November 20, 2010

Mataku

Mataku..
Maafkan aku yang lama tak memejamkanmu..
Engkau tentu mengerti begitu banyak rasa menusuk pikirku..
Hingga asa ntah terbang kemana-mana..
Menjalar berkelakar penuh dengan serat makna..

Mataku..
aku tau betapa lelahnya dirimu..
Tapi jiwaku telah terbakar resah hingga sang amarah berkuasa..
Lihatlah betapa karang di hatiku di hantam egoku..
Lihatlah keangkuhanku menertawakan rapuhku..

Tidak mataku..
aku tidak akan menyerah pada sang amarah..
apalagi bertekuk lutut pada egoku..
Akan aku minta pada sang waktu untuk tetap bersamaku..
Menjaga segala rasa yang tersisa dan apa adanya..

November 12, 2010

Realita lingkunganku yang kurang terealisasi.

            Ada beberapa pengemis yang bergumam dalam keramaian mahasiswa di kampus. Aku tiap hari mendengar kata-kata sosialisme, keadilan, kemakmuran, kebersamaan dan lain-lain. Banyak kata-kata itu yang tidak pernah ku tahu artinya secara jelas, hanya sebatas lisan. Aku tahu hanya bunyi perutku yang bernyanyi dan para pengemis di sekelilingku yang masih kelaparan hari ini. Aku hanya bisa memberi sedekah saja pada mereka.

            Entahlah, aku sungguh tidak mengerti maksud pembicaraan mereka. Seakan-akan mereka memerdulikan orang-orang yang kelaparan, yang tertindas, yang tak bisa bersekolah, dan masalah lainnya yang selalu sulit untuk diselesaikan. Mereka selalu berbicara penghisapan, kemiskinan, penindasan, ploretariat atau apalah yang mereka bicarakan demi kepentingan bersama. Tapi mereka tidak peka terhadap lingkungan disekitar kalian. Bagiku kata-kata itu hanya untuk membuatku begitu bodoh dan tersenyum simpul dihadapan mereka yang selalu bicara keadilan. Tapi suatu saat jika aku mempunyai anak, akan kudidik untuk menggantikan mereka yang selalu berkata-kata tanpa adanya realisasi dan anak-anakku pun akan mengikuti kebiasaanku untuk mengukur dan mengkritisi apa yang kurang terealisasi.