April 29, 2009

Kebijakan Fiskal dan Moneter

Kebijakan moneter

Yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang berdar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya menpertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.

Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansife (monetary expansive). Sebaliknya jumlah uang dikurangi, berarti pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (tight money policy).

A. Instrumen kebijakan moneter:

1) Operasi pasar terbuka
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang berdar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government securities). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka permerintah menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, bank Indobesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen, sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.


2) Failitas diskonto (discount rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Kebutuhan ini dapat di manfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Bila pemerintah ingin menambah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat pinjaman bunga yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang berdar bertambah. Sebaliknya bila ingin menambah laju pertambahan jumlah uang beredar, maka pemerintah menaikan jumlah pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.


3) Rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus di simpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan jumlah rasio cadangan wajib.


4) Himbauan moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada para pelaku ekonomi. Contohnya, seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang yang beredar pada perekonomian.



B. Faktor-faktor yang terkait dengan kebijakan moneter:

Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Jumlah uang yang beredar dan ada dalam masyarakat serta dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran dalam perekonomian.
2. Laju inflasi
Gejala kenaikan harga secara umum (artinya semua harga terpengaruhi) karena terlalu banyak uang mengejar jumlah barang yang jumlahnya tidak bertambah.
3. Suku bunga bank
Pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang atau jumlah bunga yang dibayarkan per-unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipimjamkan
4. Nilai tukar rupiah
Perbandingan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang dihitung berdasarkan satuan harga.
5. Ekspektasi atau harapan masyarakat terhadap moneter
Keinginan masyarakat atau pengharapan masyarakat terhadap faktor-faktor yang terdapat di atas yang pada intinya berharap agar sesuai dengan kemampuan moneternya.




KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.


Faktor yang mempengaruhi kebijakan fiskal :

1. Pajak Adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat di paksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak di pungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

2. APBN dan APBD adalah anggaran pendapatan dan belanja Negara yang digunakan untuk pengalokasian sumber daya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan Negara pada suatu periode tertentu.




Ragam contoh dari kebijakan fiskal dan moneter serta kondisi yang mendasari penerapannya, yang pernah atau yang sedang diterapkan di Indonesia

A. Orde lama (demokrasi terpimpin)

Melalui pendekatan kebijakan Moneter:
1. pemotongan nilai uang (sanering) 20 maret 1950
2. Devaluasi 25 agustus 1959, menurunkan nilai mata uang menjadi 10%
3. Pembentukan deklarasi ekonomi (dekon) tetapi justru mengakibatkan harga barang naik menjadi 400%.
4. Devaluasi 13 desember 1965 memotong nilai uang menjadi 1/1000 yang justru meningkatkan inflasi.
Melalui pendekatan kebijakan fiskal :
1. Program pinjaman nasional pada juli 1946
2. Pemerintah mulai memungut pajak dari warganya yang melakukan usaha yang menyangkut kekayaan usaha.



B. Orde baru (demokrasi pancasila)

Melalui pendekatan kebijakan moneter :
1. Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 juni 1983
2. Adanya kebijakan contractionary monetary policy adalah kebijakan pemerintah menaikan suku bunga yang dikenakan oleh bank sentral.

Malalui pandekatan kebijakan fiskal :
1. Indonesia mendapat dana pinjaman dari IMF
2. Adanya reformasi perpajakan
3. Pengaturan anggraran berimbang
4. Rencana pembangunan lima tahun.



C. Orde reformasi (demokrasi liberal)

Melalui pendekatan fiskal:
A. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5.8 miliar dan mengalokasikan pembayaran hutang luar negri sebesar Rp 116,3 triliun.
B. Kebijakan privatisasi BUMN hasil penjualan itu berhasil menaikan pertumbuhan ekonomi menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini memicu kontroversi, karena BUMN yang di privatisasi dijual ke perusahaan asing.
C. Pembangunan infrastruktur masal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing.
D. Mengurangi subsidi BBM, kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia.


Melalui pendekatan kebijakan moneter :
A. Pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta mengeluarkan KLBI (Kredit Likuidas Bank Indonesia).
B. Bank sentral menaikan suku bungadan pengetatan likuiditas perbankan, mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran akhir kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang menyebabkan inflasi, serta memformulasikan respon moneter.
C. Pelarangan margin trading rupiah terhadap semua valas
D. Pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari
E. kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targeting Framework, yang mencakup empat elemen mendasar yaitu penggunaan suku bunga BI Rate sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah ditambah dengan proses percepatan konsolidasi perbankan sampai dengan akhir tahun 2010.





Kaitan ragam kebijakan moneter dan fiskal dengan sistem ekonomi suatu negara dan contoh penerapan di Indonesia

Sistem ekonomi yang di anut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi Pancasila merupakan sistem gotong royong kerakyatan terpimpin yang menggambarkan cara menghimpun, cara menggerakkan dengan tata kerja tertentu yang harus dijiwai oleh semangat gotong royong. Di Indonesia kebijakan-kebijakan yang pernah dianut yang berhubungan dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sebenarnya cukup beragam.

Kaitan beragam kebijakan fiskal dan moneter dengan suatu sistem suatu negara dipengaruhi oleh struktur dari pada negara tersebut. Kebijakan moneter dan fiskal itu dapat pula mempengaruhi tingkah laku perekonomian suatu negara karena ada peraturan, undang-undang, serta tujuan yang mengatur gerak-gerik para pelaku ekonomi tersebut.

Dari segi fiskal, pemerintah menerapkan kenaikan persentase pungutan pajak, mengadakan pinjaman sukarela atau pinjaman paksa, memotong uang, membekukan sebagian atau seluruhnya simpanan-simpanan (deposito) pihak-pihak partikulir (bukan punya pemerintah) yang ada dalam bank-bank, serta penurunan pengeluaran pemerintah.

Dari segi moneter, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbankkan, mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran akhir kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi, memformulasikan respon kebijakan moneter.

Keselarasan kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia pada tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang baik. Dari sisi kebijakan fiskal, dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah mampu memberikan stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari defisit anggaran yang mampu dikendalikan pada level 1,0% dari PDB pada tahun 2006 meskipun lebih tinggi dari sasaran awal 0,7% dari PDB. Terkendalinya defisit anggaran ini mampu memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5% pada tahun 2006. Sedangkan dari sisi moneter, stabilitas harga tetap terjaga dengan pengendalian inflasi pada level 6,60% (y-oy) dibandingkan awal tahun 2006 yang mencapai 17,03%(y-oy) (Bank Indonesia, 2006). Hal ini juga ditandai dengan menurunnya tingkat suku bunga SBI sehingga kondisi tersebut memberikan sinyal yang positif bagi sektor riil.



Kesimpulan

Dalam perekonomian, kebijakan moneter kita ibaratkan dengan peredaran darah, sementara kebijakan fiskal kita ibaratkan dengan jantung. Adapun sektor riil atau sektor produktif kita ibaratkan dengan sel-sel tubuh. Seperti juga antara peredaran darah dan fungsi jantung yang harus terdapat keseimbangan, maka kebijakan moneter dan fiskal juga harus mencapai keseimbangan. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang berkait dengan peredaran uang serta di wilayah mana saja uang itu beredar. Sementara kebijakan fiskal, berkaitan dengan sejauh mana pemerintah perlu membelanjakan uangnya atau menarik uang dari masyarakat terutama melalui pajak. Apabila peredaran darah dapat berjalan ke seluruh tubuh yang dikombinasikan dengan fungsi jantung untuk dapat memompa dan meyerap darah, maka sel-sel tubuh pun akan mampu tumbuh dan berkembang secara wajar. Demikian juga yang terjadi dengan kebijakan moneter dan fiskal yang seimbang, maka niscaya akan mampu menumbuhkan dan mengembangkan sektor produktif masyarakat.